By Dalasari Pera Belawa
Mengapa puisiku dan puisimu
dijejali benci dan cinta?
Mengapa sajakku dan sajakmu
digembok tawa dan tangis?
16 April 2010
---------------------------------------------
Dalasari Pera Belawa. Suka menulis sajak. Tinggal di Wajo, Sulawesi Selatan, Indonesia. Karyanya yang lain dapat ditemui di situs bLog http://dalagodzi.blogspot.com
The collection of Note's from me and all of my friends... and Whoever.... That's it.....
Jun 23, 2010
Jun 18, 2010
Adalah Tuhan yang menurunkan hujan
By Jack Slawi
Adalah Tuhan
yang menurunkan air dari langit
dan di dalamnya ada kado
buat semua yang merasakan rindu
adalah hujan
di kala aku menanti nasi
yang di bumbui aneka macam ramuan saji
petir petir
suara angin
menggelegar ingin bersanding
adalah Tuhan
cuaca bening di ubah hening
Jakarta, 18 Juni 2010
------------------------------------------------------------
Jack Slawi. Bukan nama sebenarnya. Sering menulis di situs pertemanan. Tinggal di Jakarta.
Adalah Tuhan
yang menurunkan air dari langit
dan di dalamnya ada kado
buat semua yang merasakan rindu
adalah hujan
di kala aku menanti nasi
yang di bumbui aneka macam ramuan saji
petir petir
suara angin
menggelegar ingin bersanding
adalah Tuhan
cuaca bening di ubah hening
Jakarta, 18 Juni 2010
------------------------------------------------------------
Jack Slawi. Bukan nama sebenarnya. Sering menulis di situs pertemanan. Tinggal di Jakarta.
Jun 6, 2010
Malam Kita
By Kembara Gelungan Hitam
Malam mulai memapah, pasrah. Kubiarkan kau bersemayam, meliar. Mempuisikan rindu. Melukis sedusedan gerimis hujan di tepi anjungan, kapal cinta. Hingga aku bisa mencium hangat wangi aroma samudra, di bibir waktu.
Hening itu searoma candu, kita mabuk .
Aku di tepian pantai menatap senja, denganmu. Jingga serupa ufuk. Kubiarkan kau menjalang, benamkan jiwamu. Di kedalaman laut bening, mencatat puisi biru. Kerinduan tentang nyanyian camar, daratan juga karang. Bukan kisah perompak atau pun badai, tapi tentang semilir angin juga kerasnya gelombang.
Kita saling memahami keterbatasan pandang. Sementara telunjuk saling sibuk merekareka. Menyapa pun sering lupa. Hidup tetap kembali, menantang. Tak berulang. Namun bayang saling menggenggam, hingga masa itu datang.
Kita; aku dan kau tanpa akhiran
5 Juni 2010
------------------------------------------
Kembara Gelungan Hitam. Bukan nama sebenarnya. Sering menulis di situs pertemanan. Tinggal di Ibukota.
Malam mulai memapah, pasrah. Kubiarkan kau bersemayam, meliar. Mempuisikan rindu. Melukis sedusedan gerimis hujan di tepi anjungan, kapal cinta. Hingga aku bisa mencium hangat wangi aroma samudra, di bibir waktu.
Hening itu searoma candu, kita mabuk .
Aku di tepian pantai menatap senja, denganmu. Jingga serupa ufuk. Kubiarkan kau menjalang, benamkan jiwamu. Di kedalaman laut bening, mencatat puisi biru. Kerinduan tentang nyanyian camar, daratan juga karang. Bukan kisah perompak atau pun badai, tapi tentang semilir angin juga kerasnya gelombang.
Kita saling memahami keterbatasan pandang. Sementara telunjuk saling sibuk merekareka. Menyapa pun sering lupa. Hidup tetap kembali, menantang. Tak berulang. Namun bayang saling menggenggam, hingga masa itu datang.
Kita; aku dan kau tanpa akhiran
5 Juni 2010
------------------------------------------
Kembara Gelungan Hitam. Bukan nama sebenarnya. Sering menulis di situs pertemanan. Tinggal di Ibukota.
Subscribe to:
Posts (Atom)